Minggu, 21 Juli 2013


A. PENGERTIAN FILSAFAT
Filsafat dimulai dengan rasa ingin tahu dan dengan rasa ragu-ragu. Berfilsafat didorong untuk mengetahui apa yang telah diketahui dan apa yang belum diketahui. Karakteristik berfikir filsafat adalah sifat menyeluruh. Seorang ilmuwan tidak puas hanya mengenal ilmu dari segi pandang ilmu itu sendiri, tapi ingin melihat hakikat ilmu dalam konstelasi pengetahuan yang lainnya.
Dalam kehidupan manusia filsafat tidak terpisahkan, karena sejarahnya yang panjang kebelakang zaman dan juga karena ajaran filsafat malahan menjangkau masa depan umat manusia dalam bentuk-bentuk ideology. Pembangunan dan pendidikan yang dilakukan oleh suatu bangsa pun bersumber pada inti sari ajaran filsafat. Oleh karena itu filsafat telah menguasai kehidupan umat manusia, manjadi norma negara, menjadi filsafat hidup suatu bangsa.
Filsafat adalah suatu lapangan pemikiran dan penyelidikan manusia yang amat luas (komprehensif). Filsafat menjangkau semua persoalan dalam daya kemampuan pikir manusia. Filsafat mencoba mengerti, menganalisis, menilai dan menyimpulkan semua persoalan-persoalan dalam jangkauan rasio manusia, secara kritis, rasional dan mendalam. Kesimpulan-kesimpulan filsafat manusia yang selalu cenderung memiliki watak subjektivitas. Faktor inilah yang melahirkan aliran-aliran filsafat, perbedaan-perbedaan dalam filsafat.
Berdasarkan uraian diatas dapatlah diuraikan pengertian filsafat tersebut. Filsafat berasal dari bahasa Yunani “ philosophos”. “Philos” atau “philein” berarti “mencintai”, sedangkan “sophos” berarti “ kebijaksanaan “. Maka filsafat merupakan upaya manusia untuk memenuhi hasratnya demi kecintaannya akan kebijaksanaan. Namun demikian,, kata “kebijaksanaan” ternyata mempunyai arti yang bermacam-macam  yang mungkin berbeda satu dengan yang lainnya, satu pendapat mengartikan kebijaksanaan dalam konteks luas, yaitu melibatkan kemampuan untuk memperoleh pengertian tentang pengalaman hidup sebagai suatu keseluruhan, penekanannya pada kemampuan untuk mewujudkan pengetahuan itu dalam praktik kehidupan yang nyata. Ada  yang mengartikan filsafat dalam arti sempit yakni sebagai “pengetahuan” atau “pengertian” saja.
Defenisi Filsafat menurut beberapa ilmuwan :
1.      Plato : Filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada.
2.      Aristoteles : Filsafat menyelidiki tentang sebab dan asas segala benda.
3.      Al Kindi : Filsafat merupakan kegiatan manusia yang bertingkat tinggi, merupakan pengetahuan dasar mengenai hakikat segala yang ada sejauh mungkin bagi manusia.
4.      Al Faraby : Filsafat merupakan ilmu [pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya.
5.      Ibnu Sina/ Avicenna : Filsafat dan metafisika  sebagai suatu badan ilmu tidak terbagi. Fisika mengamati yang ada sejauh tidak bergerak. Metafisika memandang yang ada sejauh itu ada.
6.      Immanuel Kant : Filsafat itu pokok dan pangkal segala pengetahuan.
Dapat disimpulkan filsafat adalah ilmu pengetahuan hasil pemikiran manusia dari seperangkat masalagh mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia sehingga diperoleh budi pekerti. Adapun tujuan berfilsafat adalah untuk mencari kebenaran sesuatu baik dalam logika (kebenaran berfikir), etika (berperilaku),mauun metafisika (hakikat keaslian).
Manfaat mempelajari Filsafat :
1.      Mendidik dan membangun diri.
2.      Memberikan kebiasaan  dan kepandaian untuk melihat dan memecahkan problem sehari-hari
3.      Memberikan pandangan yang luas, membendung akuisme dan akusentrisme.
4.      Latihan untuk berfikir sendiri
5.      Memberikan dasar-dasar baik untuk kehidupan pribadi maupun untuk ilmu-ilmu pengetahuan lainnya.
B. PENGERTIAN  FILSAFAT  PENDIDIKAN
Eksistensi suatu bangsa adalah eksis dengan ideology atau filsafat hidupnya, maka demi kelangsungan eksistensi itu dilakukan pewarisan nilai ideology itu kepada generasi selanjutnya. Jalan yang efektif untuk  itu hanya melalui pendidikan, kesadaran moral dan sikap mental yang menjadi kriteria manusia ideal dalam system nilai suatu bangsa bersumber pada ajaran filsafat yang dianut. Untuk menjamin supaya pendidikan itu benar dan prosesnya efektif, maka  dibutuhkan landasan filosofis dan landasan ilmiah sebagai asas normativ dan pedoman pelaksanaan pembinaan.
Menurut Hasan Langgulung, filsafat pendidikan merupakan teori atau ideology pendidikan yang muncul dari sikap filsafat seorang pendidik dari pengalaman-pengalaman dan pendidikan. Jadi, filsafat pendidikan adalah ilmu pendidikan yang bersendikan filsafat atau filsafat yang diterapkan dalam usaha pemikiran dan pemerahan mengenai masalah pendidikan.
Pendidikan adalah pelaksanaan dari ide filsafat. Ide filsafat yang memberi kepastian bagi nilai peranan pendidikan. Seorang filsuf Amerika, Jhon Deway mengatakan bahwa filsafat itu adalah teori umum dari pendidikan, landasan dari semua pikiran mengenai pendidikan.
C. PENGERTIAN  FILSAFAT  PANCASILA
Pancasila yang dibahas secara filosofis disini adalah Pancasila yang butir-butirnya termuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang tertulis dalam alinia ke empat. Dijelaskan bahwa Negara Indonesia didasarkan atas Pancasila. Pernyataan tersebut menegaskan hubungan yang erat antara eksistensi negara Indonesia dengan Pancasila. Lahir, tumbuh dan berkembangnya negara Indonesia ditumpukan pada Pancasila sebagai dasarnya. Secara filosofis ini dapat diinterpretasikan sebagai pernyataan mengenai kedudukan Pancasila sebagai jati diri bangsa.
Melihat dari beragamnya  kebudayaan yang terdapat dalam bangsa Indonesia maka proses kesinambungan dari kehidupan bangsa merupakan tantangan yang besar. Demi perkembangan kebudayaan Indonesia selanjutnya dituntut adanya rumusan yang jelas yang mampu  berperan sebagai pemersatu bangsa sehingga cirri khas bangsa Indonesia menjadi nyata.
Jadi, Pancasila mengarahkan seluruh kehidupan bersama bangsa, pergaulannya dengan bangsa-bangsa lain dan seluruh perkembangan bangsa Indonesia dari waktu kewaktu. Namun dengan diangkatnya Pancasila sebagai jati diri bangsa Indonesia tidak berati bahwa Pancasila dengan nilai-nilai yang termuat didalamnya sudah terumus dengan teliti dan jelas, juga tidak berarti pancasila telah merupakan kenyataan didalm kehidupan bangsa Indonesia. Pancasila adalah pernyataan tentang jati diri bangsa Indonesia.
­D. FILSAFAT DALAM PENDIDIKAN DAN MANFAATNYA
Secara sederhana filsafat pendidikan ialah nilai dan keyakinan-keyakinan filosofis yang menjiwai, mendasari dan memberikan identitas (karakteristik) suatu system pendidikan. Artinya filsafat pendidikan adalah jiwa, roh dan kepribadian system pendidikan nasional.
Sebagaimana dinyatakan dimuka, eksistensi suatu bangsa adalah eksistensi dan ideology atau filsafat hidupnya, maka demi kelansungan eksistensi itu ialah dengan mewariskan nilai-nilai ideology itu kepada generasi selanjutnya. Adalah realita bahwa jalan dan proses yang efektif untuk ini hanya melalui pendidikan. Setiap masyarakat, setiap bangsa melaksanakan aktivitas pendidikan secara prinsipiil untuk membina kesadaran nilai-nilai filosofis nasional bangsa itu, baru sesudah itu untuk pendidikan aspek-aspek pengetahuan dan kecakapan-kecakapan lain.
Pendidikan sebagai suatu usaha membina dan mewariskan kebudayaan, mengemban satu kewajiban yang luas dan menentukan prestasi suatu bangsa, bahkan tingkat sosio-budayanya. Sehingga pendidikan bukanlah usaha dan aktivitas spekulatif semata-mata. Pendidikan secara fundamental didasarkan atas asas-asas filosofis dan uilmiah yang menjamin pencapaian tujuan yakni meningkatkan perkembangan sosio-budaya bahkan martabat bangsa, kewibawaan dan kejayaan negara.
Sedangkan filsafat pendidikan sesuai peranannya, merupakan landasan filosofis yang menjiwai seluruh kebijaksanaan dan pelaksanaan pendidikan. Adapun hubungan fungsional antara filsafat dan teori pendidikan dapat diuraikan :
1.      Analisa filsafat merupakan salah satu cara pendekatan yang digunakan oleh para ahli pendidikan dalam memecahkan problematika pendidikan. Aliran filsafat tertentu akan mempengaruhi dan memberikan bentuk serta corak tertentu terhadap teori-teori pendidikan yang dikembangkan atas dasar aliran filsafat tersebut.
2.      Filsafat berfungsi memberikan arah agar teori pendidikan yang telah dikembangkan ahlinya dapat mempunyai relavansi dengan kehidupan nyata.
3.      Filsafat pendidikan mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan atau pedagogic.
E. MUATAN  FILSAFAT DALAM PANCASILA DAN HUBUNGANNYA  DENGAN PENDIDIKAN
Dalam Filsafat Pancasila terdapat banyak nilai-nilai luhur yang menjadi ciri khas dan perekat bangsa Indonesia. Filsafat yang terkandung didalam pancasila harus disoroti dari titik tolak pandangan yang holistic mengenai kenyataan  kehidupan bangsa yang beranekaragam. Ini menekankan pada semangat Bhineka Tunggal Ika, semangat ini diharapkan mendasari seluruh kehidupan bangsa Indonesia. Yaitu adanya kesatuan didalam keaneka ragaman yang ada.
Dari penjelasan itu dapat dinyatakan bahwa Bhineka Tunggal Ika adalah inti Filsafat Pancasila. Kerinduan bangsa Indonesia akan terwujudnya kesatuan didalam pengalaman akan kepelbagaian tersebut merupakan cerminan kerinduan umat manusia sepanjang zaman.
Menurut Drijarkara, 1980  Pancasila adalah inheren (melekat) kepada eksistensi manusia sebagai manusia, lepas dari keadaan  yang terntu pada kongretnya. Sebab itu dengan memandang kodrat manusia “qua valis’ (sebagai manusia), kita juga akan sampai ke Pancasila.
Hal ini digambarkan melalui sila-sila dalam Pancasila. Notonagoro, 1984 dalam kaitannya menyebutkan “ kalau dilihat dari segi intisarinya, urut-urutan lima sila Pancasila menunjukkan suatu rangkaian tingkat dalam luasnya isi, tiap-tiap sila yang lima sila dianggap maksud demikian, maka diantara lima sila ada hubungannya yang mengikat yang satu kpada yang lain, sehingga Pancasila merupakan satukesatuan yang bulat.
Adapun hubungannya dengan pendidikan bahwa bagi bangsa Indonesia keyakinan atau pandangan hidup bangsa, dasar negara Republik Indonesia ialah Pancasila. Karenanya system pendidikan nasional wajarlah dijiwai, didasari, dan mencerminkan identitas Pancasila itu. Sistem pendidikan nasional dan system filsafat pendidikan  Pancasila adalah sub system dari system negara Pancasila. Dengan kata lain system negara Pancasila wajar tercermin dan dilaksanakan di dalam berbagai subsistem kehidupan nasional bangsa Indonesia secara keseluruhan.
Tegasnya tiada system pendidikan nasional tanpa filsafat pendidikan. Jadi, jelas bahwa  tidak mungkin system pendidikan nasional Pancasila dijiwai dan didasari oleh system pendidikan yang lain, kecuali Filsafat Pendidikan Pancasila.
F. NILAI-NILAI PENDIDIKAN
Nilai-nilai Pendidikan memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik.Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya.Oleh karena itu, hakikat dari nilai-nilai pendidikan dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda.
Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan Nilai-nilai Pendidikan pada lembaga pendidikan formal.Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian masal dan berbagai kasus dekadensi moral lainnya.Bahkan di kota-kota besar tertentu, seperti Jakarta, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat meresahkan.Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian siswa melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan budi pekerti.
Bahasa menunjukkan cerminan pribadi seseorang. Karakter, watak, atau pribadi seseorang dapat diidentifikasi dari perkataan yang ia ucapkan. Penggunaan bahasa yang lemah lembut, sopan, santun, sistematis, teratur, jelas, dan lugas mencerminkan pribadi penuturnya berbudi. Sebaliknya, melalui penggunaan bahasa yang sarkasme, menghujat, memaki, memfitnah, mendiskreditkan, memprovokasi, mengejek, atau melecehkan, akan mencitrakan pribadi yang tak berbudi.
Bahasa memang memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional.Begitu pentingnya bahasa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga perlu suatu kebijakan yang berimplikasi pada pembinaan dan pembelajaran di lembaga pendidikan. Salah satu bentuk pembinaan yang dianggap paling strategis adalah pembelajaran bahasa Indonesia, bahasa Sunda, bahasa Jawa, dan bahasa lainnya di sekolah. Dalam KTSP, bahasa Indonesia termasuk dalam kelompok mata pelajaran estetika. Kelompok ini juga merupakan salah satu penyangga dari kelompok agama dan akhlak mulia.Ruang lingkup akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, atau moral.
Kelompok mata pelajaran estetika sendiri bertujuan untuk meningkatkan sensitivitas, kemampuan mengekspresikan dan mengapresiasi keindahan dan harmoni.Kemampuan itu mencakup apresiasi dan ekspresi, baik dalam kehidupan individual sehingga mampu menikmati dan mesyukuri hidup, maupun dalam kehidupan kemasyarakatan sehingga mampu menciptakan kebersamaan yang harmonis.
Tujuan rumpun estetika tersebut dijabarkan dalam pembelajaran yang bertujuan agar peserta didiknya memiliki kemampuan antara lain
  1. Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis
  2. Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial. Tujuan tersebut dilakukan dalam aspek mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.
G. PENDEKATAN DALAM PENANAMAN NILAI
Ada lima pendekatan dalam penanaman nilai, yaitu:
  1. Pendekatan penanaman nilai (inculcation approach)
  2. Pendekatan perkembangan moral kognitif (cognitive moral development approach)
  3. Pendekatan analisis nilai (values analysis approach)
  4. Pendekatan klarifikasi nilai (values clarification approach)
  5. Pendekatan pembelajaran berbuat (action learning approach) (Superka, et. al. 1976).


Pendekatan penanaman nilai (inculcation approach) adalah suatu pendekatan yang memberi penekanan pada penanaman nilai-nilai sosial dalam diri siswa.Pendekatan ini sebenarnya merupakan pendekatan tradisional.Banyak kritik dalam berbagai literatur barat yang ditujukan kepada pendekatan ini.Pendekatan ini dipandang indoktrinatif, tidak sesuai dengan perkembangan kehidupan demokrasi (Banks, 1985; Windmiller, 1976).Pendekatan ini dinilai mengabaikan hak anak untuk memilih nilainya sendiri secara bebas.
Kehidupan manusia berbeda karena perbedaan waktu dan tempat. Kita tidak dapat meramalkan nilai yang sesuai untuk generasi yang akan datang. setiap generasi mempunyai hak untuk menentukan nilainya sendiri. Oleh karena itu, yang perlu diajarkan kepada generasi muda bukannya nilai, melainkan proses, supaya mereka dapat menemukan nilai-nilai mereka sendiri, sesuai dengan tempat dan zamannya.
2. Pendekatan Perkembangan Kognitif
Pendekatan ini mendorong siswa untuk berpikir aktif tentang masalah-masalah moral dan dalam membuat keputusan moral.Perkembangan moral menurut pendekatan ini dilihat sebagai perkembangan tingkat berpikir dalam membuat pertimbangan moral, dari suatu tingkat yang lebih rendah menuju suatu tingkat yang lebih tinggi (Elias, 1989).
Tujuan yang ingin dicapai oleh pendekatan ini ada dua hal yang utama.Pertama, membantu siswa dalam membuat pertimbangan moral yang lebih kompleks berdasarkan kepada nilai yang lebih tinggi.Kedua, mendorong siswa untuk mendiskusikan alasan-alasannya ketika memilih nilai dan posisinya dalam suatu masalah moral (Superka, et. al., 1976; Banks, 1985).
Pendekatan perkembangan kognitif pertama kali dikemukakan oleh Dewey (Kohlberg 1971, 1977).Dewey membagi perkembangan moral anak menjadi tiga tahap (level) sebagai berikut:
  1. Tahap “premoral” atau “preconventional”. Dalam tahap ini tingkah laku seseorang didorong oleh desakan yang bersifat fisikal atau social.
  2. Tahap “conventional”. Dalam tahap ini seseorang mulai menerima nilai dengan sedikit kritis, berdasarkan kepada kriteria kelompoknya.
  3. Tahap “autonomous”. Dalam tahap ini seseorang berbuat atau bertingkah laku sesuai dengan akal pikiran dan pertimbangan dirinya sendiri, tidak sepenuhnya menerima kriteria kelompoknya.
3. Pendekatan analisis nilai
            Pendekatan analisis nilai (values analysis approach) memberikan penekanan pada perkembangan kemampuan siswa untuk berpikir logis, dengan cara menganalisis masalah yang berhubungan dengan nilai-nilai sosial. Jika dibandingkan dengan pendekatan perkembangan kognitif, salah satu perbedaan penting antara keduanya bahwa pendekatan analisis nilai lebih menekankan pada pembahasan masalah-masalah yang memuat nilai-nilai sosial.Adapun pendekatan perkembangan kognitif memberi penekanan pada dilema moral yang bersifat perseorangan.
4. Pendekatan Klarifikasi Nilai
Pendekatan klarifikasi nilai (values clarification approach) memberi penekanan pada usaha membantu siswa dalam mengkaji perasaan dan perbuatannya sendiri, untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang nilai-nilai mereka sendiri.Pendekatan ini memberi penekanan pada nilai yang sesungguhnya dimiliki oleh seseorang.Bagi penganut pendekatan ini, nilai bersifat subjektif, ditentukan oleh seseorang berdasarkan kepada berbagai latar belakang pengalamannya sendiri, tidak ditentukan oleh faktor luar, seperti agama, masyarakat, dan sebagainya.Oleh karena itu, bagi penganut pendekatan ini isi nilai tidak terlalu penting. Hal yang sangat dipentingkan dalam program pendidikan adalah mengembangkan keterampilan siswa dalam melakukan proses menilai. Ada tiga proses klarifikasi nilai menurut pendekatan ini.


5. Pendekatan Pembelajaran Berbuat
Pendekatan pembelajaran berbuat (action learning approach) memberi penekanan pada usaha memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan perbuatan-perbuatan moral, baik secara perseorangan maupun secara bersama-sama dalam suatu kelompok.
Menurut Elias (1989), Hersh, et. al., (1980) dan Superka, et. al. (1976), pendekatan pembelajaran berbuat diprakarsai oleh Newmann, dengan memberikan perhatian mendalam pada usaha melibatkan siswa sekolah menengah atas dalam melakukan perubahan-perubahan sosial.
Menurut Elias (1989), walaupun pendekatan ini berusaha juga untuk meningkatkan keterampilan “moral reasoning” dan dimensi afektif, namun tujuan yang paling penting adalah memberikan pengajaran kepada siswa, supaya mereka berkemampuan untuk mempengaruhi kebijakan umum sebagai warga dalam suatu masyarakat yang demokratis.
H. IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN
Tujuan Nilai-nilai Pendidikan adalah penanaman nilai-nilai tertentu dalam diri siswa.Pengajarannya bertitik tolak dari nilai-nilai sosial tertentu, yakni nilai-nilai Pancasila dan nilai-nilai luhur budaya bangsa Indonesia lainnya, yang tumbuh dan berkembangan dalam masyarakat Indonesia. Metode yang digunakan dalam pendekatan penanaman nilai antara lain: keteladanan, penguatan positif dan negatif, simulasi, permainan peranan, dan lain-lain.
Metoda yang digunakan dalam Pendekatan Perkembangan Moral Kognitif.Misalnya mengangkat dan mendiskusikan kasus atau masalah nilai-nilai pendidikan dalam masyarakat yang mengandung dilemma, untuk didiskusikan dalam kelas. Penggunaan metoda ini akan dapat menghidupkan suasana kelas. Namun berbeda dengan Pendekatan Perkembangan Moral Kognitif di mana yang memberi kebebasan penuh kepada siswa untuk berpikir dan sampai pada kesimpulan yang sesuai dengan tingkat perkembangan moral reasoning masing-masing, dalam pengajaran Pendidikan nilai-nilai siswa diarahkan sampai pada kesimpulan akhir yang sama, sesuai dengan nilai-nilai sosial tertentu, yang bersumber dari Pancasila dan budaya luhur bangsa Indonesia.
Metoda pengajaran yang digunakan Pendekatan Analisis Nilai, khususnya prosedur analisis nilai dan penyelesaian masalah yang ditawarkan, bermanfaat jua untuk diaplikasikan sebagai salah satu strategi dalam proses pengajaran nilai-nilai pendidikan. Seperti telah dijelaskan, dalam mata pelajaran ini, aspek perkembangan kognitif merupakan aspek yang dipentingkan juga, yakni untuk mendukung dan menjadi dasar bagi pengembangan sikap dan tingkah laku yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang ingin ditanamkan.
Metoda pengajaran yang digunakan dalam Pendekatan Klarifikasi Nilai, dengan memperhatikan faktor keadaan serta bahan pelajarannya yang relevan, dapat diaplikasikan juga dalam pengajaran nilai-nilai pendidikan.Namun demikian, penggunaannya perlu hati-hati, supaya tidak membuka kesempatan bagi siswa, untuk memilih nilai-nilai yang bertentangan dengan nilai-nilai masyarakatnya, terutama nilai-nilai Agama dan nilai-nilai Pancasila yang ingin dibudayakan dan ditanamkan dalam diri mereka.
Metoda pengajaran yang digunakan dalam Pendekatan Pembelajaran Berbuat bermanfaat juga untuk diaplikasikan dalam pengajaran “PPKn/PLPS” di Indonesia, khususnya pada peringkat sekolah lanjutan tingkat atas.Para siswa pada peringkat ini lebih tepat untuk melakukan tugas-tugas di luar ruang kelas, yang dikembangkan untuk meningkatkan kompetensi yang berhubungan dengan lingkungan, seperti yang dituntut oleh pendekatan ini.
I. NILAI-NILAI PANCASILA DALAM PENDIDIKAN
Nilai-nilai Pancasila sebagai sumber acuan dalam menyusun etika kehidupan berbangsa bagi seluruh rakyat Indonesia, maka Pancasila juga sebagai paradigm pembangunan, maksudnya sebagai kerangka pikir, sumber nilai, orientasi dasar, sumber asas serta arah dan tujuan dari suatu perkembangan perubahan serta proses dalam suatu bidang tertentu. Pancasila sebagai paradigma pembangunan mempunyai arti bahwa Pancasila sebagai sumber nilai, sebagai dasar, arah dan tujuan dari proses pembangunan. Untuk itu segala aspek dalam pembangunan nasional harus mendasarkan pada hakikat nilai-nilai sila-sila Pancasila yang meliputi :  
a. Nilai Ketuhanan
Nilai ketuhanan Yang Maha Esa Mengandung arti adanya pengakuan dan keyakinan
bangsa terhadap adanya Tuhan sebagai pancipta alam semesta. Dengan nilai ini
menyatakan bangsa indonesia merupakan bangsa yang religius bukan bangsa yang
ateis. Nilai ketuhanan juga memilik arti adanya pengakuan akan kebebasan untuk
memeluk agama, menghormati kemerdekaan beragama, tidak ada paksaan serta tidak
berlaku diskriminatif antarumat beragama.
b. Nilai Kemanusiaan
Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung arti kesadaran sikap dan
perilaku sesuai dengan nilai-nilai moral dalam hidup bersama atas dasar tuntutan
hati nurani dengan memperlakukan sesuatu hal sebagaimana mestinya.
c. Nilai Persatuan
Nilai persatuan indonesia mengandung makna usaha ke arah bersatu dalam kebulatan
rakyat untuk membina rasa nasionalisme dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Persatuan Indonesia sekaligus mengakui dan menghargai sepenuhnya terhadap
keanekaragaman yang dimiliki bangsa indonesia..
d. Nilai Kerakyatan
Nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan mengandung makna suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dengan cara musyawarah mufakat melalui lembaga-lembaga perwakilan.

e. Nilai Keadilan
Nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia mengandung makna sebagai dasar sekaligus tujuan, yaitu tercapainya masyarakat Indonesia Yang Adil dan Makmur secara lahiriah atauun batiniah.
Nilai-nilai dasar itu sifatnya abstrak dan normatif. Karena sifatnya abstrak dan
normatif, isinya belum dapat dioperasionalkan. Agar dapat bersifat operasional
dan eksplisit, perlu dijabarkan ke dalam nilai instrumental. Contoh nilai
instrumental tersebut adalah UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Sebagai nilai dasar, nilai-nilai tersebut menjadi sumber nilai. Artinya, dengan
bersumber pada kelima nilai dasar diatas dapat dibuat dan dijabarkan nilai-nilai
instrumental penyelenggaraan negara Indonesia.

1 komentar: