A. PENGERTIAN FILSAFAT
Filsafat
dimulai dengan rasa ingin tahu dan dengan rasa ragu-ragu. Berfilsafat didorong
untuk mengetahui apa yang telah diketahui dan apa yang belum diketahui.
Karakteristik berfikir filsafat adalah sifat menyeluruh. Seorang ilmuwan tidak
puas hanya mengenal ilmu dari segi pandang ilmu itu sendiri, tapi ingin melihat
hakikat ilmu dalam konstelasi pengetahuan yang lainnya.
Dalam
kehidupan manusia filsafat tidak terpisahkan, karena sejarahnya yang panjang
kebelakang zaman dan juga karena ajaran filsafat malahan menjangkau masa depan
umat manusia dalam bentuk-bentuk ideology. Pembangunan dan pendidikan yang
dilakukan oleh suatu bangsa pun bersumber pada inti sari ajaran filsafat. Oleh
karena itu filsafat telah menguasai kehidupan umat manusia, manjadi norma
negara, menjadi filsafat hidup suatu bangsa.
Filsafat
adalah suatu lapangan pemikiran dan penyelidikan manusia yang amat luas
(komprehensif). Filsafat menjangkau semua persoalan dalam daya kemampuan pikir
manusia. Filsafat mencoba mengerti, menganalisis, menilai dan menyimpulkan
semua persoalan-persoalan dalam jangkauan rasio manusia, secara kritis,
rasional dan mendalam. Kesimpulan-kesimpulan filsafat manusia yang selalu
cenderung memiliki watak subjektivitas. Faktor inilah yang melahirkan
aliran-aliran filsafat, perbedaan-perbedaan dalam filsafat.
Berdasarkan
uraian diatas dapatlah diuraikan pengertian filsafat tersebut. Filsafat berasal
dari bahasa Yunani “ philosophos”. “Philos” atau “philein” berarti “mencintai”,
sedangkan “sophos” berarti “ kebijaksanaan “. Maka filsafat merupakan upaya
manusia untuk memenuhi hasratnya demi kecintaannya akan kebijaksanaan. Namun
demikian,, kata “kebijaksanaan” ternyata mempunyai arti yang
bermacam-macam yang mungkin berbeda satu dengan yang lainnya, satu
pendapat mengartikan kebijaksanaan dalam konteks luas, yaitu melibatkan
kemampuan untuk memperoleh pengertian tentang pengalaman hidup sebagai suatu
keseluruhan, penekanannya pada kemampuan untuk mewujudkan pengetahuan itu dalam
praktik kehidupan yang nyata. Ada yang mengartikan filsafat dalam arti
sempit yakni sebagai “pengetahuan” atau “pengertian” saja.
Defenisi
Filsafat menurut beberapa ilmuwan :
1. Plato :
Filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada.
2. Aristoteles :
Filsafat menyelidiki tentang sebab dan asas segala benda.
3. Al Kindi :
Filsafat merupakan kegiatan manusia yang bertingkat tinggi, merupakan
pengetahuan dasar mengenai hakikat segala yang ada sejauh mungkin bagi manusia.
4. Al Faraby :
Filsafat merupakan ilmu [pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan
menyelidiki hakikat yang sebenarnya.
5. Ibnu Sina/
Avicenna : Filsafat dan metafisika sebagai suatu badan ilmu tidak
terbagi. Fisika mengamati yang ada sejauh tidak bergerak. Metafisika memandang
yang ada sejauh itu ada.
6. Immanuel Kant :
Filsafat itu pokok dan pangkal segala pengetahuan.
Dapat
disimpulkan filsafat adalah ilmu pengetahuan hasil pemikiran manusia dari
seperangkat masalagh mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia sehingga
diperoleh budi pekerti. Adapun tujuan berfilsafat adalah untuk mencari
kebenaran sesuatu baik dalam logika (kebenaran berfikir), etika
(berperilaku),mauun metafisika (hakikat keaslian).
Manfaat
mempelajari Filsafat :
1. Mendidik dan
membangun diri.
2. Memberikan
kebiasaan dan kepandaian untuk melihat dan memecahkan problem sehari-hari
3. Memberikan
pandangan yang luas, membendung akuisme dan akusentrisme.
4. Latihan untuk
berfikir sendiri
5. Memberikan
dasar-dasar baik untuk kehidupan pribadi maupun untuk ilmu-ilmu pengetahuan
lainnya.
B.
PENGERTIAN FILSAFAT PENDIDIKAN
Eksistensi
suatu bangsa adalah eksis dengan ideology atau filsafat hidupnya, maka demi
kelangsungan eksistensi itu dilakukan pewarisan nilai ideology itu kepada
generasi selanjutnya. Jalan yang efektif untuk itu hanya melalui
pendidikan, kesadaran moral dan sikap mental yang menjadi kriteria manusia
ideal dalam system nilai suatu bangsa bersumber pada ajaran filsafat yang
dianut. Untuk menjamin supaya pendidikan itu benar dan prosesnya efektif,
maka dibutuhkan landasan filosofis dan landasan ilmiah sebagai asas
normativ dan pedoman pelaksanaan pembinaan.
Menurut Hasan Langgulung, filsafat pendidikan
merupakan teori atau ideology pendidikan yang muncul dari sikap filsafat
seorang pendidik dari pengalaman-pengalaman dan pendidikan. Jadi, filsafat
pendidikan adalah ilmu pendidikan yang bersendikan filsafat atau filsafat yang
diterapkan dalam usaha pemikiran dan pemerahan mengenai masalah pendidikan.
Pendidikan adalah pelaksanaan dari ide filsafat. Ide filsafat
yang memberi kepastian bagi nilai peranan pendidikan. Seorang filsuf Amerika,
Jhon Deway mengatakan bahwa filsafat itu adalah teori umum dari pendidikan,
landasan dari semua pikiran mengenai pendidikan.
C. PENGERTIAN FILSAFAT PANCASILA
Pancasila
yang dibahas secara filosofis disini adalah Pancasila yang butir-butirnya
termuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang tertulis dalam alinia ke
empat. Dijelaskan bahwa Negara Indonesia didasarkan atas Pancasila. Pernyataan
tersebut menegaskan hubungan yang erat antara eksistensi negara Indonesia
dengan Pancasila. Lahir, tumbuh dan berkembangnya negara Indonesia ditumpukan
pada Pancasila sebagai dasarnya. Secara filosofis ini dapat diinterpretasikan
sebagai pernyataan mengenai kedudukan Pancasila sebagai jati diri bangsa.
Melihat
dari beragamnya kebudayaan yang terdapat dalam bangsa Indonesia maka
proses kesinambungan dari kehidupan bangsa merupakan tantangan yang besar. Demi
perkembangan kebudayaan Indonesia selanjutnya dituntut adanya rumusan yang
jelas yang mampu berperan sebagai pemersatu bangsa sehingga cirri khas
bangsa Indonesia menjadi nyata.
Jadi,
Pancasila mengarahkan seluruh kehidupan bersama bangsa, pergaulannya dengan
bangsa-bangsa lain dan seluruh perkembangan bangsa Indonesia dari waktu
kewaktu. Namun dengan diangkatnya Pancasila sebagai jati diri bangsa Indonesia
tidak berati bahwa Pancasila dengan nilai-nilai yang termuat didalamnya sudah
terumus dengan teliti dan jelas, juga tidak berarti pancasila telah merupakan
kenyataan didalm kehidupan bangsa Indonesia. Pancasila adalah pernyataan tentang jati diri
bangsa Indonesia.
D.
FILSAFAT DALAM PENDIDIKAN DAN MANFAATNYA
Secara sederhana filsafat pendidikan ialah
nilai dan keyakinan-keyakinan filosofis yang menjiwai, mendasari dan memberikan
identitas (karakteristik) suatu system pendidikan. Artinya filsafat pendidikan
adalah jiwa, roh dan kepribadian system pendidikan nasional.
Sebagaimana dinyatakan dimuka, eksistensi
suatu bangsa adalah eksistensi dan ideology atau filsafat hidupnya, maka demi
kelansungan eksistensi itu ialah dengan mewariskan nilai-nilai ideology itu
kepada generasi selanjutnya. Adalah realita bahwa jalan dan proses yang efektif
untuk ini hanya melalui pendidikan. Setiap masyarakat, setiap bangsa
melaksanakan aktivitas pendidikan secara prinsipiil untuk membina kesadaran
nilai-nilai filosofis nasional bangsa itu, baru sesudah itu untuk pendidikan
aspek-aspek pengetahuan dan kecakapan-kecakapan lain.
Pendidikan sebagai suatu usaha membina dan
mewariskan kebudayaan, mengemban satu kewajiban yang luas dan menentukan
prestasi suatu bangsa, bahkan tingkat sosio-budayanya. Sehingga pendidikan
bukanlah usaha dan aktivitas spekulatif semata-mata. Pendidikan secara
fundamental didasarkan atas asas-asas filosofis dan uilmiah yang menjamin
pencapaian tujuan yakni meningkatkan perkembangan sosio-budaya bahkan martabat
bangsa, kewibawaan dan kejayaan negara.
Sedangkan
filsafat pendidikan sesuai peranannya, merupakan landasan filosofis yang
menjiwai seluruh kebijaksanaan dan pelaksanaan pendidikan. Adapun hubungan
fungsional antara filsafat dan teori pendidikan dapat diuraikan :
1. Analisa
filsafat merupakan salah satu cara pendekatan yang digunakan oleh para ahli
pendidikan dalam memecahkan problematika pendidikan. Aliran filsafat tertentu
akan mempengaruhi dan memberikan bentuk serta corak tertentu terhadap
teori-teori pendidikan yang dikembangkan atas dasar aliran filsafat tersebut.
2. Filsafat
berfungsi memberikan arah agar teori pendidikan yang telah dikembangkan ahlinya
dapat mempunyai relavansi dengan kehidupan nyata.
3. Filsafat
pendidikan mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk dalam pengembangan
teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan atau pedagogic.
E. MUATAN FILSAFAT
DALAM PANCASILA DAN HUBUNGANNYA DENGAN
PENDIDIKAN
Dalam Filsafat Pancasila terdapat banyak
nilai-nilai luhur yang menjadi ciri khas dan perekat bangsa Indonesia. Filsafat
yang terkandung didalam pancasila harus disoroti dari titik tolak pandangan
yang holistic mengenai kenyataan kehidupan bangsa yang beranekaragam. Ini
menekankan pada semangat Bhineka Tunggal Ika, semangat ini diharapkan mendasari
seluruh kehidupan bangsa Indonesia. Yaitu adanya kesatuan didalam keaneka
ragaman yang ada.
Dari
penjelasan itu dapat dinyatakan bahwa Bhineka Tunggal Ika adalah inti Filsafat
Pancasila. Kerinduan bangsa Indonesia akan terwujudnya kesatuan didalam
pengalaman akan kepelbagaian tersebut merupakan cerminan kerinduan umat manusia
sepanjang zaman.
Menurut
Drijarkara, 1980 Pancasila adalah inheren (melekat) kepada eksistensi
manusia sebagai manusia, lepas dari keadaan yang terntu pada kongretnya.
Sebab itu dengan memandang kodrat manusia “qua valis’ (sebagai manusia), kita
juga akan sampai ke Pancasila.
Hal
ini digambarkan melalui sila-sila dalam Pancasila. Notonagoro, 1984 dalam
kaitannya menyebutkan “ kalau dilihat dari segi intisarinya, urut-urutan lima
sila Pancasila menunjukkan suatu rangkaian tingkat dalam luasnya isi, tiap-tiap
sila yang lima sila dianggap maksud demikian, maka diantara lima sila ada
hubungannya yang mengikat yang satu kpada yang lain, sehingga Pancasila
merupakan satukesatuan yang bulat.
Adapun
hubungannya dengan pendidikan bahwa bagi bangsa Indonesia keyakinan atau
pandangan hidup bangsa, dasar negara Republik Indonesia ialah Pancasila.
Karenanya system pendidikan nasional wajarlah dijiwai, didasari, dan
mencerminkan identitas Pancasila itu. Sistem pendidikan nasional dan system
filsafat pendidikan Pancasila adalah sub system dari system negara
Pancasila. Dengan kata lain system negara Pancasila wajar tercermin dan
dilaksanakan di dalam berbagai subsistem kehidupan nasional bangsa Indonesia
secara keseluruhan.
Tegasnya
tiada system pendidikan nasional tanpa filsafat pendidikan. Jadi, jelas
bahwa tidak mungkin system pendidikan nasional Pancasila dijiwai dan
didasari oleh system pendidikan yang lain, kecuali Filsafat Pendidikan
Pancasila.
F. NILAI-NILAI PENDIDIKAN
Nilai-nilai Pendidikan memiliki esensi dan makna yang sama
dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk
pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga
negara yang baik.Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik,
dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum
adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya
masyarakat dan bangsanya.Oleh karena itu, hakikat dari nilai-nilai pendidikan
dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan
nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam
rangka membina kepribadian generasi muda.
Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan
kualitas pelaksanaan Nilai-nilai Pendidikan pada lembaga pendidikan
formal.Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni
meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian masal dan
berbagai kasus dekadensi moral lainnya.Bahkan di kota-kota besar tertentu,
seperti Jakarta, gejala tersebut telah sampai pada taraf yang sangat
meresahkan.Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi
pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam
pembentukan kepribadian siswa melalui peningkatan intensitas dan kualitas
pendidikan budi pekerti.
Bahasa menunjukkan cerminan pribadi seseorang. Karakter,
watak, atau pribadi seseorang dapat diidentifikasi dari perkataan yang ia
ucapkan. Penggunaan bahasa yang lemah lembut, sopan, santun, sistematis,
teratur, jelas, dan lugas mencerminkan pribadi penuturnya berbudi. Sebaliknya,
melalui penggunaan bahasa yang sarkasme, menghujat, memaki, memfitnah,
mendiskreditkan, memprovokasi, mengejek, atau melecehkan, akan mencitrakan
pribadi yang tak berbudi.
Bahasa memang memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual,
sosial, dan emosional.Begitu pentingnya bahasa dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara sehingga perlu suatu kebijakan yang berimplikasi pada
pembinaan dan pembelajaran di lembaga pendidikan. Salah satu bentuk pembinaan
yang dianggap paling strategis adalah pembelajaran bahasa Indonesia, bahasa
Sunda, bahasa Jawa, dan bahasa lainnya di sekolah. Dalam KTSP, bahasa Indonesia
termasuk dalam kelompok mata pelajaran estetika. Kelompok ini juga merupakan
salah satu penyangga dari kelompok agama dan akhlak mulia.Ruang lingkup akhlak
mulia mencakup etika, budi pekerti, atau moral.
Kelompok mata pelajaran estetika sendiri bertujuan untuk
meningkatkan sensitivitas, kemampuan mengekspresikan dan mengapresiasi
keindahan dan harmoni.Kemampuan itu mencakup apresiasi dan ekspresi, baik dalam
kehidupan individual sehingga mampu menikmati dan mesyukuri hidup, maupun dalam
kehidupan kemasyarakatan sehingga mampu menciptakan kebersamaan yang harmonis.
Tujuan
rumpun estetika tersebut dijabarkan dalam pembelajaran yang bertujuan agar
peserta didiknya memiliki kemampuan antara lain
- Berkomunikasi secara
efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan
maupun tulis
- Menggunakan
bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta
kematangan emosional dan sosial. Tujuan tersebut dilakukan dalam aspek
mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.
G.
PENDEKATAN DALAM PENANAMAN NILAI
Ada
lima pendekatan dalam penanaman nilai, yaitu:
- Pendekatan penanaman
nilai (inculcation approach)
- Pendekatan
perkembangan moral kognitif (cognitive moral development approach)
- Pendekatan
analisis nilai (values analysis approach)
- Pendekatan
klarifikasi nilai (values clarification approach)
- Pendekatan
pembelajaran berbuat (action learning approach) (Superka, et. al. 1976).
Pendekatan penanaman nilai (inculcation approach) adalah
suatu pendekatan yang memberi penekanan pada penanaman nilai-nilai sosial dalam
diri siswa.Pendekatan ini sebenarnya merupakan pendekatan tradisional.Banyak
kritik dalam berbagai literatur barat yang ditujukan kepada pendekatan
ini.Pendekatan ini dipandang indoktrinatif, tidak sesuai dengan perkembangan
kehidupan demokrasi (Banks, 1985; Windmiller, 1976).Pendekatan ini dinilai
mengabaikan hak anak untuk memilih nilainya sendiri secara bebas.
Kehidupan manusia berbeda karena perbedaan waktu dan tempat.
Kita tidak dapat meramalkan nilai yang sesuai untuk generasi yang akan datang.
setiap generasi mempunyai hak untuk menentukan nilainya sendiri. Oleh karena
itu, yang perlu diajarkan kepada generasi muda bukannya nilai, melainkan
proses, supaya mereka dapat menemukan nilai-nilai mereka sendiri, sesuai dengan
tempat dan zamannya.
2.
Pendekatan Perkembangan Kognitif
Pendekatan ini mendorong siswa untuk berpikir aktif tentang
masalah-masalah moral dan dalam membuat keputusan moral.Perkembangan moral
menurut pendekatan ini dilihat sebagai perkembangan tingkat berpikir dalam
membuat pertimbangan moral, dari suatu tingkat yang lebih rendah menuju suatu
tingkat yang lebih tinggi (Elias, 1989).
Tujuan yang ingin dicapai oleh pendekatan ini ada dua hal
yang utama.Pertama, membantu siswa dalam membuat pertimbangan moral yang lebih
kompleks berdasarkan kepada nilai yang lebih tinggi.Kedua, mendorong siswa
untuk mendiskusikan alasan-alasannya ketika memilih nilai dan posisinya dalam
suatu masalah moral (Superka, et. al., 1976; Banks, 1985).
Pendekatan
perkembangan kognitif pertama kali dikemukakan oleh Dewey (Kohlberg 1971,
1977).Dewey membagi perkembangan moral anak menjadi tiga tahap (level) sebagai
berikut:
- Tahap
“premoral” atau “preconventional”. Dalam tahap ini tingkah laku seseorang
didorong oleh desakan yang bersifat fisikal atau social.
- Tahap
“conventional”. Dalam tahap ini seseorang mulai menerima nilai dengan
sedikit kritis, berdasarkan kepada kriteria kelompoknya.
- Tahap “autonomous”.
Dalam tahap ini seseorang berbuat atau bertingkah laku sesuai dengan akal
pikiran dan pertimbangan dirinya sendiri, tidak sepenuhnya menerima
kriteria kelompoknya.
3.
Pendekatan analisis nilai
Pendekatan
analisis nilai (values analysis approach) memberikan penekanan pada
perkembangan kemampuan siswa untuk berpikir logis, dengan cara menganalisis
masalah yang berhubungan dengan nilai-nilai sosial. Jika dibandingkan dengan
pendekatan perkembangan kognitif, salah satu perbedaan penting antara keduanya
bahwa pendekatan analisis nilai lebih menekankan pada pembahasan
masalah-masalah yang memuat nilai-nilai sosial.Adapun pendekatan perkembangan
kognitif memberi penekanan pada dilema moral yang bersifat perseorangan.
4.
Pendekatan Klarifikasi Nilai
Pendekatan klarifikasi nilai (values clarification approach)
memberi penekanan pada usaha membantu siswa dalam mengkaji perasaan dan
perbuatannya sendiri, untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang nilai-nilai
mereka sendiri.Pendekatan ini memberi penekanan pada nilai yang sesungguhnya
dimiliki oleh seseorang.Bagi penganut pendekatan ini, nilai bersifat subjektif,
ditentukan oleh seseorang berdasarkan kepada berbagai latar belakang
pengalamannya sendiri, tidak ditentukan oleh faktor luar, seperti agama,
masyarakat, dan sebagainya.Oleh karena itu, bagi penganut pendekatan ini isi
nilai tidak terlalu penting. Hal yang sangat dipentingkan dalam program
pendidikan adalah mengembangkan keterampilan siswa dalam melakukan proses
menilai. Ada tiga proses klarifikasi nilai menurut pendekatan ini.
5.
Pendekatan Pembelajaran Berbuat
Pendekatan pembelajaran berbuat (action learning approach)
memberi penekanan pada usaha memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan
perbuatan-perbuatan moral, baik secara perseorangan maupun secara bersama-sama
dalam suatu kelompok.
Menurut Elias (1989), Hersh, et. al., (1980) dan Superka,
et. al. (1976), pendekatan pembelajaran berbuat diprakarsai oleh Newmann,
dengan memberikan perhatian mendalam pada usaha melibatkan siswa sekolah
menengah atas dalam melakukan perubahan-perubahan sosial.
Menurut
Elias (1989), walaupun pendekatan ini berusaha juga untuk meningkatkan
keterampilan “moral reasoning” dan dimensi afektif, namun tujuan yang paling
penting adalah memberikan pengajaran kepada siswa, supaya mereka berkemampuan
untuk mempengaruhi kebijakan umum sebagai warga dalam suatu masyarakat yang
demokratis.
H.
IMPLEMENTASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN
Tujuan Nilai-nilai Pendidikan adalah penanaman nilai-nilai
tertentu dalam diri siswa.Pengajarannya bertitik tolak dari nilai-nilai sosial
tertentu, yakni nilai-nilai Pancasila dan nilai-nilai luhur budaya bangsa
Indonesia lainnya, yang tumbuh dan berkembangan dalam masyarakat Indonesia. Metode
yang digunakan dalam pendekatan penanaman nilai antara lain: keteladanan,
penguatan positif dan negatif, simulasi, permainan peranan, dan lain-lain.
Metoda yang digunakan dalam Pendekatan Perkembangan Moral
Kognitif.Misalnya mengangkat dan mendiskusikan kasus atau masalah nilai-nilai
pendidikan dalam masyarakat yang mengandung dilemma, untuk didiskusikan dalam
kelas. Penggunaan metoda ini akan dapat menghidupkan suasana kelas. Namun
berbeda dengan Pendekatan Perkembangan Moral Kognitif di mana yang memberi
kebebasan penuh kepada siswa untuk berpikir dan sampai pada kesimpulan yang
sesuai dengan tingkat perkembangan moral reasoning masing-masing, dalam pengajaran
Pendidikan nilai-nilai siswa diarahkan sampai pada kesimpulan akhir yang sama,
sesuai dengan nilai-nilai sosial tertentu, yang bersumber dari Pancasila dan
budaya luhur bangsa Indonesia.
Metoda pengajaran yang digunakan Pendekatan Analisis Nilai,
khususnya prosedur analisis nilai dan penyelesaian masalah yang ditawarkan,
bermanfaat jua untuk diaplikasikan sebagai salah satu strategi dalam proses
pengajaran nilai-nilai pendidikan. Seperti telah dijelaskan, dalam mata
pelajaran ini, aspek perkembangan kognitif merupakan aspek yang dipentingkan
juga, yakni untuk mendukung dan menjadi dasar bagi pengembangan sikap dan
tingkah laku yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang ingin ditanamkan.
Metoda pengajaran yang digunakan dalam Pendekatan Klarifikasi
Nilai, dengan memperhatikan faktor keadaan serta bahan pelajarannya yang
relevan, dapat diaplikasikan juga dalam pengajaran nilai-nilai pendidikan.Namun
demikian, penggunaannya perlu hati-hati, supaya tidak membuka kesempatan bagi
siswa, untuk memilih nilai-nilai yang bertentangan dengan nilai-nilai
masyarakatnya, terutama nilai-nilai Agama dan nilai-nilai Pancasila yang ingin
dibudayakan dan ditanamkan dalam diri mereka.
Metoda pengajaran yang digunakan dalam Pendekatan Pembelajaran Berbuat
bermanfaat juga untuk diaplikasikan dalam pengajaran “PPKn/PLPS” di Indonesia,
khususnya pada peringkat sekolah lanjutan tingkat atas.Para siswa pada
peringkat ini lebih tepat untuk melakukan tugas-tugas di luar ruang kelas, yang
dikembangkan untuk meningkatkan kompetensi yang berhubungan dengan lingkungan,
seperti yang dituntut oleh pendekatan ini.
I. NILAI-NILAI PANCASILA DALAM PENDIDIKAN
Nilai-nilai Pancasila sebagai sumber
acuan dalam menyusun etika kehidupan berbangsa bagi seluruh rakyat Indonesia,
maka Pancasila juga sebagai paradigm pembangunan, maksudnya sebagai kerangka
pikir, sumber nilai, orientasi dasar, sumber asas serta arah dan tujuan dari suatu perkembangan perubahan serta
proses dalam suatu bidang tertentu. Pancasila sebagai paradigma pembangunan
mempunyai arti bahwa Pancasila sebagai sumber nilai, sebagai dasar, arah dan
tujuan dari proses pembangunan. Untuk itu segala aspek dalam pembangunan
nasional harus mendasarkan pada hakikat nilai-nilai sila-sila Pancasila yang
meliputi :
a. Nilai Ketuhanan
Nilai ketuhanan
Yang Maha Esa Mengandung arti adanya pengakuan dan keyakinan
bangsa terhadap adanya Tuhan sebagai pancipta alam semesta. Dengan nilai ini
menyatakan bangsa indonesia merupakan bangsa yang religius bukan bangsa yang
ateis. Nilai ketuhanan juga memilik arti adanya pengakuan akan kebebasan untuk
memeluk agama, menghormati kemerdekaan beragama, tidak ada paksaan serta tidak
berlaku diskriminatif antarumat beragama.
bangsa terhadap adanya Tuhan sebagai pancipta alam semesta. Dengan nilai ini
menyatakan bangsa indonesia merupakan bangsa yang religius bukan bangsa yang
ateis. Nilai ketuhanan juga memilik arti adanya pengakuan akan kebebasan untuk
memeluk agama, menghormati kemerdekaan beragama, tidak ada paksaan serta tidak
berlaku diskriminatif antarumat beragama.
b. Nilai Kemanusiaan
Nilai
kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung arti kesadaran sikap dan
perilaku sesuai dengan nilai-nilai moral dalam hidup bersama atas dasar tuntutan
hati nurani dengan memperlakukan sesuatu hal sebagaimana mestinya.
perilaku sesuai dengan nilai-nilai moral dalam hidup bersama atas dasar tuntutan
hati nurani dengan memperlakukan sesuatu hal sebagaimana mestinya.
c. Nilai Persatuan
Nilai persatuan
indonesia mengandung makna usaha ke arah bersatu dalam kebulatan
rakyat untuk membina rasa nasionalisme dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Persatuan Indonesia sekaligus mengakui dan menghargai sepenuhnya terhadap
keanekaragaman yang dimiliki bangsa indonesia..
rakyat untuk membina rasa nasionalisme dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Persatuan Indonesia sekaligus mengakui dan menghargai sepenuhnya terhadap
keanekaragaman yang dimiliki bangsa indonesia..
d. Nilai Kerakyatan
Nilai
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan mengandung makna suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dengan cara musyawarah mufakat melalui lembaga-lembaga perwakilan.
permusyawaratan/perwakilan mengandung makna suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dengan cara musyawarah mufakat melalui lembaga-lembaga perwakilan.
e. Nilai Keadilan
Nilai Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat indonesia mengandung makna sebagai dasar sekaligus
tujuan, yaitu tercapainya masyarakat Indonesia Yang Adil dan Makmur secara
lahiriah atauun batiniah.
Nilai-nilai dasar itu
sifatnya abstrak dan normatif. Karena sifatnya abstrak dannormatif, isinya belum dapat dioperasionalkan. Agar dapat bersifat operasional
dan eksplisit, perlu dijabarkan ke dalam nilai instrumental. Contoh nilai
instrumental tersebut adalah UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Sebagai nilai dasar, nilai-nilai tersebut menjadi sumber nilai. Artinya, dengan
bersumber pada kelima nilai dasar diatas dapat dibuat dan dijabarkan nilai-nilai
instrumental penyelenggaraan negara Indonesia.
Kalo boleh tolong sertai daftar pustaka ya
BalasHapus